![]() |
Foto Ilustrasi |
JAKARTA (Kliik.id) - Bursa nama calon Kapolri pengganti Jenderal (Pol) Idham Aziz makin menghangat.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akan segera menyodorkan nama-nama calon Kapolri yang mereka rekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo.
Diketahui, Jenderal (Pol) Idham Azis akan pensiun pada 1 Februari 2021.
Sementara, batas pensiun bagi anggota Polri adalah 58 tahun.
Itu sebabnya, Kompolnas akan menyerahkan nama-nama calon kapolri sebelum Idham pensiun.
Sebelum diserahkan, pihak Kompolnas mengaku bahwa mereka telah menerima masukan dari sejumlah pihak.
"Kami menerima masukan-masukan dari internal dan eksternal Polri, termasuk tokoh-tokoh masyarakat dan purnawirawan Polri tentang kriteria Kapolri di masa depan," ujar Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti seperti dikutip dari Kompas.com.
Selanjutnya, Kompolnas akan menyaring nama-nama perwira tinggi Polri yang memiliki prestasi, integritas, dan rekam jejak yang terbaik.
Hal itu dilakukan dengan merujuk Pasal 11 ayat (6) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal ini menyebutkan bahwa calon Kapolri adalah perwira tinggi yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
Kemudian, Kompolnas akan menyerahkan lebih dari satu nama calon untuk dipilih Jokowi.
Nantinya, berdasarkan hak prerogatif presiden, Jokowi akan memilih, dan mengirimkan nama calon Kapolri untuk disetujui DPR RI.
Terpisah, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai penunjukkan Irjen Petrus Golose sebagai Kepala BNN RI menggantikan Komjen Heru Winarko, secara tidak langsung mengubah bursa calon Kapolri ke depannya.
Menurut Neta, peluang jenderal bintang dua Polri untuk masuk dalam bursa calon Kapolri telah tertutup usai penunjukkan tersebut.
"Padahal sebelumnya ada salah satu dari tiga jenderal bintang dua polri yang disebut sebut akan menjadi bintang tiga dan masuk dalam bursa calon Kapolri, yakni Irjen M Fadil (Kapolda Metro Jaya), Irjen Lufthi (Kapolda Jateng), dan Irjen Dofiri (Kapolda Jabar)," ujar Neta dalam keterangan tertulis, Rabu (23/12/2020) kemarin.
Neta menuturkan pergantian Kepala BNN yang terlambat 23 hari dinilai sebagai strategi untuk mengulur waktu agar mengunci masuknya jenderal bintang dua untuk bisa ikut dalam bursa calon Kapolri.
"Strategi ini sebenarnya adalah tindakan maladministrasi dimana seorang pejabat negara yang sudah pensiun tapi tak kunjung diganti. Kepala BNN Komjen Heru sebenarnya sudah pensiun sejak 1 Desember 2020 tapi tak kunjung diganti. Pergantian baru dilakukan pada 23 Desember ini," katanya.
Memang jika pergantian dilakukan pada akhir November lalu, kata Neta, tentu sarat dengan manuver politik berbagai pihak. Sebab, dalam pertarungan jenderal bintang dua itu melibatkan orang orang dekat elit kekuasaan, mulai dari Kapolri Idham Azis, Presiden Jokowi, dan kubu Pejaten.
"Sehingga tarik menariknya sangat kuat," ucap Neta.
Dengan tertutupnya jenderal bintang dua masuk dalam bursa, lanjut Neta, calon Kapolri saat ini hanya diisi para calon dari jenderal bintang tiga berpangkat Komjen.
Diperkirakan, pekan depan, baik Dewan Kebijakan Tinggi (Wanjakti) Polri maupun Kompolnas sudah memproses nama-nama calon Kapolri untuk diserahkan kepada Presiden Jokowi.
"Dari nama-nama itu Jokowi akan memilih satu nama yang akan diserahkan ke DPR RI agar bisa dilakukan uji kepatutan oleh Komisi III DPR RI sendiri yang saat ini masih reses dan baru akan mulai beraktivitas pada 11 Januari 2021," ungkapnya.
Diperkirakan saat DPR memulai aktivitas, nama calon Kapolri sudah dikirimkan Istana Kepresidenan ke lembaga legislatif.
Dari informasi yang diperoleh IPW, kalangan istana kepresidenan sudah menjaring dua nama calon Kapolri.
"Yang satu jenderal bintang tiga senior dan satu lagi junior. Kedua nama itu akan dikaji lagi dengan masukan nama-nama calon dari Wanjakti Polri maupun Kompolnas. Namun IPW memperkirakan Presiden Jokowi akan memilih figur jenderal senior sebagai Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis," katanya.
Dalam menilai calon Kapolri pengganti Idham Azis, IPW melihal ada tiga poin penting yang harus diperhatikan Presiden Jokowi maupun lingkaran dalamnya di Istana.
Pertama, sejauhmana loyalitas dan kedekatan sang calon dengan Presiden Jokowi.
Kedua, calon Kapolri pengganti Idham Azis harus bisa mengkonsolidasikan internal kepolisian.
Khususnya, jam terbang yang dimiliki, kapasitas dan kapabilitasnya yang bisa diterima senior maupun junior di tubuh Polri, dan kualitas kepemimpinan yang mampu menyelesaikan masalah di internal ataupun eksternal kepolisian.
Ketiga, sejauhmana figur calon Kapolri itu tidak memiliki kerentanan masalah, terutama masalah yang bisa menjadi polemik di masyarakat pada masa sekarang maupun kedepan.
"Ketiga kriteria ini menjadi pembahasan serius dalam menentukan dan memilih calon Kapolri pasca Idham Azis. Sebab masalah Polri ke depan tidak lagi sekadar menghadapi para kriminal dan ancaman keamanan zaman old," imbuhnya.
Di era milenial sekarang ini, Neta menuturkan tantangan tugas Polri harus menghadapi dampak Covid-19, maraknya kelompok radikal, intoleransi, terorisme, separatisme dan sebagainya.
"Jika Kapolri baru tak bisa mengkonsolidasikan Polri dengan kapabilitas dan jam terbang yang tinggi, tentu akan merepotkan Presiden Jokowi. Apalagi jika Kapolri pengganti Idham Azis itu memiliki kerentanan masalah yang akut, tentu Polri dan pemerintahan Jokowi akan menjadi bulan-bulanan kelompok tertentu yang ingin mengacaukan Kamtibmas," pungkasnya. (Redaksi)