PCR (Swab Test) |
JAKARTA (Kliik.id) - Kebijakan wajib tes PCR (Swab Test) untuk wisatawan masuk ke Pulau Bali jadi sorotan. Kebijakan ini berawal dari permintaan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kepada pemerintah daerah.
Luhut yang juga merupakan Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menegaskan para pelancong yang mau menikmati hari liburnyq ke Bali harus mematuhi aturan tes PCR tersebut.
"Saya mohon memberikan pemahaman, kalau kita lakukan peraturan perundang-undangan ditindak aja sesuai aturan. Tapi kita sosialisasikan, ingatkan lagi ke mereka kalau mau libur enak-enak di Bali ya patuhi saja aturan ini," kata Luhut dalam potongan video rapat pada hari Selasa lalu, yang diunggah Kemenkomarves dan dikutip Kamis (17/12/2020).
Adapun tes PCR jadi syarat wajib untuk masuk ke Bali lewat jalur udara atau dengan moda pesawat. Sementara itu, untuk jalur darat masyarakat wajib melakukan tes rapid antigen. Kedua tes itu dilakukan H-2 sebelum perjalanan ke Bali.
Luhut memandang wisatawan yang pergi ke Bali, apalagi yang memilih moda pesawat terbang dinilai memiliki cukup uang untuk melakukan tes PCR sebelum berangkat ke Bali.
"H-2 sebelum ke Bali wajib tes PCR. Dia bayar sendiri, karena orang yang terbang kan punya uang," ujar Luhut.
Belakangan waktu minimal tes PCR diperbaharui menjadi H-7 sebelum berangkat.
Pemerintah Provinsi Bali sendiri telah mengeluarkan surat edaran untuk wisatawan yang akan memasuki Bali saat libur Natal dan tahun baru dengan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 2021 Tahun 2020.
Adapun kebijakan ini diambil demi menekan potensi penyebaran virus Corona di Bali selama musim liburan natal dan tahun baru. Pulau Dewata sendiri masuk ke dalam 8 zona merah Corona.
Salah satu masalah yang timbul akibat kebijakan ini adalah pembatalan paket perjalanan, konsumen pun meminta refund uang tiket pesawatnya.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan jumlah refund tiket mencapai Rp 317 miliar. Hal itu diketahui dari data milik para online travel agent.
"Lalu teman-teman OTA yang olah big datanya saya tanya juga. Berapa sih transaksinya yang terdampak (karena PCR) ini? Data sampai semalam Rp 317 miliar," jelas Hariyadi, dalam sebuah webinar, Rabu (16/12/2020).
Hariyadi juga mengaku pihaknya tak henti-hentinya mendapatkan komplain dan keluhan soal syarat wajib PCR. Ujungnya, dia mendapatkan kabar banyak pelancong yang mau terbang ke Bali melakukan pembatalan pesanan tiket.
Dia mengungkapkan ada 133 ribu tiket uang diminta untuk refund alias dikembalikan uangnya karena pembatalan terbang. Jumlah ini menurutnya sangat jauh dari kondisi refund pada saat normal.
"Dari kemarin ini kami disibukkan oleh komplain masyarakat yang mau berkunjung ke Bali, tahu-tahu ada permintaan PCR. Memang agak mengkhawatirkan. Data yang kita olah sampai semalam terjadi permintaan refund dari pembeli tiket sampai 133 ribu pack, ini meningkat dari kondisi normal," ungkap Hariyadi.
Kebijakan wajib PCR dan rapid antigen ini pun mendapat kritik dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita). Sebab, kebijakan itu dinilai membebani masyarakat yang akan berkunjung ke Pulau Dewata, apalagi melihat biaya PCR yang harganya mahal.
"Biaya PCR kan tidak murah ya, pasti mahal. Nah, ini pasti akan membebani masyarakat yang akan melakukan perjalanan wisata ke Bali," kata Wakil Ketua Asita Budijanto Ardijansjah saat dihubungi, kemarin.
Bahkan, menurutnya bisa-bisa biaya tes PCR lebih mahal ketimbang tiket pesawatnya. Untuk itu pihaknya menyayangkan ke Bali wajib tes PCR.
Tak hanya itu, ke Bali wajib PCR juga merepotkan karena hasil tes usap atau swab yang disertakan setidak-tidaknya H-2 sebelum keberangkatan.
Mengingat ke Bali wajib PCR dengan syarat hasilnya keluar paling tidak H-2, jadi menurutnya para pelancong yang hendak ke ke sana harus menjadwalkan diri dengan cermat, dan tentu itu dianggap merepotkan.
"Nah PCR ini bagaimana caranya 2 hari, ya kan berarti orang harus dihitung dan artinya orang harus meluangkan waktu lagi, sebelum berangkat itu mereka harus mengatur jadwal swab mereka dan sebagainya, itu cukup merepotkan sebenarnya," tambahnya. (Detik)