![]() |
Mesjid Agung Serdang Bedagai, Sumatera Utara. |
SERDANGBEDAGAI (Kliik.id) -Pembangunan Kantor Terpadu (Masjid Agung) yang berlokasi di Jalinsum Dusun 1, Desa Firdaus, Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara, senilai Rp 50 milyar yang dikerjakan PT KS, berpotensi mengakibatkan kerugian negara.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Sumut atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun Anggaran 2019, tertera potensi kerugian negara atas pembangunan tersebut sebesar Rp. 1.954.908.528,69
Dalam keterangannya tersebut (LHP, red), PT KS ada melakukan pengembalian sebesar Rp. 500.000.000 dan masih diwajibkan untuk menyetor kekurangannya atau Talangan Ganti Rugi (TGR) senilai Rp. 1.454.908.528, sampai batas waktu yang ditentukan.
Terkait dengan selisih kekurangan pengembalian, Kepala Dinas (Kadis) PUPR Sergai Johan Sinaga saat dikonfirmasi, tidak memberikan jawaban.
Namun melalui Kadis Kominfo Sergai Akmal lewat pesan WhatsApp, Rabu (13/1/2020) Kadis PUPR Johan Sinaga menyebut PT KS telah melaksanakan pembayaran TGR tersebut melalui Kas Penerimaan Pemkab Sergai.
"Mengenai kelebihan bayar terhadap pekerjaan dimaksud oleh PT KS sudah kita tindaklanjuti sesuai dengan LHP BPK Perwakilan Sumatera Utara, artinya jumlah temuan yang ditetapkan kepada PT.KS seluruhnya sudah disetorkan melalui Kas Penerimaan Pemkab Sergai," ujar Akmal dalam pesan WhatsApp.
"Sudah lunas itu bang, TGR-nya. Dan kita potong melalui spm," tulis Akmal menyampaikan penjelasan Johan Sinaga sebagai kuasa pengguna anggaran tanpa menunjukkan bukti setor kekurangan kelebihan pembayaran (SST) sebagai bukti kebenaran.
Terkait hal ini, Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran Ratama Saragih menuding Kadis PUPR Sergai tidak transparan dan terkesan menutup-nutupi.
Ratama menyatakan, jika PT KS telah melakukan pembayaran TGR seharusnya selaku pengguna anggaran, Kadis Johan tidak keberatan memperlihatkan bukti setor, nomor surat setoran dan tanggal disetorkan. Sehingga tampak valid dalam tertib administrasi birokrasi.
"Jika batas waktu 60 hari sejak LHP BPK diserahkan kepada entitasnya lewat dan kerugian negara dalam hal ini uang negara tidak juga dikembalikan ke kas negara, maka sudah dapat dipastikan temuan tersebut bisa dijadikan sebagai bukti permulaan adanya upaya tindakan melawan hukum korupsi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 23 UU no.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab keuangan Negara," ujarnya.
Menurut Ratama, kelebihan pembayaran pekerjaan Pembangunan Mesjid di Sei Rampah sebesar Rp.1.954.908.528,69 diduga masih belum disetor, alias belum dikembalikan ke negara seluruhnya sebagaimana LHP atas kepatuhan terhadap perundang-undangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nomor.45.C./LHP/XVIII.MDN/04/2020, tanggal 24 April 2020.
"Adanya pernyataan Johan Sinaga yang menyebut PT KS sebagai penyedia barang dan jasa telah menyetor keseluruhannya ke kas Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, seharusnya Johan Sinaga memperlihatkan bukti," ujar Ratama.
"Keterangan Johan Sinaga ini selaku pengguna anggaran nyata-nyata sudah mengangkangi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," ungkapnya.
Selain itu, Johan Sinaga dituding tidak mengindahkan ketentuan pasal 7 huruf f Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah, bahwa semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa mematuhi etika, menghindarkan dan mencegah pemborosan serta kebocoran keuangan negara.
"Dalam LHP BPK, jelas diuraikan penyebab kelebihan bayar tersebut dikarenakan volume pekerjaan yang tidak sesuai perubahan akhir kontrak sebagaimana penjelasan lampiran VI huruf g halaman 21 LHP BPK Propinsi Sumatera Utara dan Johan Sinaga selaku Kadis PUPR telah mengakui dan menerima kondisi senyatanya kepada BPK Provinsi Sumut," pungkas Ratama. (Rls)