![]() |
Saan Mustopa (Foto: detik.com) |
JAKARTA (Kliik.id) - Sikap Partai NasDem terkait Pilkada berbeda dengan partai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) lainnya. Di saat partai lain mendukung pilkada 2024 sesuai dengan keinginan Jokowi, NasDem justru konsisten ingin pilkada digelar 2022.
Sekretaris Fraksi NasDem, Saan Mustopa, mengatakan perbedaan sikap partainya dengan partai pendukung lain tidak berpengaruh dengan dukungan terhadap Jokowi. Dia menegaskan NasDem tetap loyal terhadap semua program Jokowi.
"Kalau ini kan nggak terkait langsung dengan kebijakan yang berhubungan langsung dengan pemerintah. Ini kan kualitas demokrasi ke depan, kita tuh selalu loyal selalu setia dan terdepan mendukung kebijakan pemerintah terkait omnibus law, macam-macam kita mendukung," kata Saan, kepada wartawan, Minggu (31/1/2021).
Saan justru mengatakan pihaknya membantu untuk mencapai sistem demokrasi yang kuat di akhir masa kepemimpinan Jokowi. Sehingga, Jokowi nantinya meninggalkan legasi bersejarah dalam penguatan demokrasi.
"Kalau ini juga kita justru membantu Pak Jokowi agar Pak Jokowi selepas masa jabatannya ini meninggalkan legasi yang bersejarah, dalam konteks memperkuat demokrasi. jadi Pak Jokowi itu benar-benar sebagai bapak demokrasi, karena ketika meletakan jabatannya di periode kedua ini, demokrasi menjadi sangat kuat kan dengan menata sistem kepemilihan itu tadi," ujarnya.
"Jadi justru apa yang dilakukan NasDem itu dalam rangka membantu Pak Jokowi dalam rangka membuat demokrasi dan memperkuat kepemimpinan daerah," lanjut Saan.
NasDem, kata Saan, tidak mempermasalahkan ketika berada di posisi berbeda dengan partai pendukung lain terkait Pilkada ini. Pandangan NasDem ini justru menurutnya merupakan masukan kepada Presiden Jokowi.
"Nggak ada masalah karena tentu diskursus tentang pilkada ini kan dikedepankan, pemerintah kan masih mempertimbangkan agar pilkada tetep di 2024, tentu ketika mempertimbangkan butuh masukan termasuk masukan partai koalisi terutama dari NasDem," ujarnya.
Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan NasDem kenapa tetap ingin pilkada digelar 2022. NasDem mempersoalkan kemampuan teknis penyelenggaraan pilkada yang berbarengan dengan pileg dan pilpres.
"NasDem memberikan bahan dan masukan buat pemerintah kenapa pilkada itu tetep harus dibuat normal 2022 dan 2023, karena secara teknis kepemiluan tidak meyakinkan, bagaimana mungkin 500 lebih daerah kabupaten/kota dan gubernur dalam waktu yang bersaamaan, di saat bersamaan juga kita melakukan pileg dan pilpres," ujarnya.
"Dalam sisi teknis pasti ada tahapan yang berhimpitan, tentu sangat menyulitkan posisi penyelenggara, misalnya dalam jadwal pileg pilpres di April 2024, pilkada di November 2024, pasti kan di saat tahapan pileg, pilpres belum selesai sudah mulai pilkada lagi," lanjut Saan.
Kemudian NasDem juga tidak yakin dari sisi keamanan. Saan mengatakan pilkada serentak yang berbarengan dengan pileg, pilpres akan memunculkan dinamika politik yang berbeda. Belum lagi menurutnya, kondisi politik di daerah yang lebih sensitif.
"Kemudian dari sisi keamanan apakah mungkin sanggup untuk menangani pilkada serentak di saat yang sama masih ada pileg pilpres, sementara muatan politik didaerah kan berbeda, daerah itu kan lebih sensitif dengan sikap politik, dan nggak bisa juga dilakukan secara bersamaan, mengamankan pilkada serentak aja belum tentu sanggup karena dinamika yang sangat berbeda, apalagi di saat yang sama juga melakukan pileg dan pilpres," tuturnya.
Lebih lanjut, Saan mengatakan di setiap daerah perlu adanya pemimpin yang bertanggung jawab secara definitif untuk menangani kondisi pascapandemi. Sedangkan, pelaksana tugas, kata Saan, memiliki kewenangan yang terbatas.
"Secara sumber daya akan ada pelaksana tugas kepala daerah, ada sekitar 200 plt dan 25 gubernur, bagaimana mem-plt-kannya?, dirjen kemendagri sanggup nggak?, belum lagi 245 kabupaten kota, itu pun juga problem, plt kepala daerah berbeda kewenangannya dengan kepala daerah secara definitif, dalam kerangka melakukan upaya pasca pandemi kita kan membutuhkan kepala daerah yang punya legitimasi politik yang kuat, nah itu kepala daerah hasil pemilu," tuturnya.
Sebelumnya, PDIP, PPP, PKB, Gerindra, Golkar, bahkan PAN sudah menyatakan sikap mendukung pilkada 2024. Namun, NasDem masih konsisten menginginkan pilkada 2022, termasuk PKS dan PD.
Padahal, Presiden Jokowi pun telah menggelar pertemuan dengan sejumlah mantan juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pada Pilres 2019. Pertemuan itu membahas berbagai isu terkini, termasuk Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu.
Jokowi meminta para parpol di parlemen benar-benar mempertimbangkan soal revisi UU Pemilu. Terlebih, di tengah pandemi COVID-19 masih banyak persoalan yang belum benar-benar pulih.
"Khusus terkait Pemilu dan Pilkada, Presiden meminta agar semua kekuatan politik, terutama parpol yang memiliki kursi di DPR, untuk mempertimbangkan betul soal perubahan UU (Pemilu)," kata salam satu jubir TKN, Arsul Sani, yang hadir dalam pertemuan itu.
"Karena di tengah-tengah pandemi COVID-19 seperti ini dan situasi ekonomi yang masih jauh dr pulih, jika ada hajatan-hajatan politik yang berpotensi menimbulkan ketegangan antar elemen masyarakat seperti hal-nya Pilkada di daerah-daerah tertentu, maka ini akan mengganggu pemulihan baik sektor ekonomi maupun kesehatan masyarakat itu sendiri," sambung Arsul. (Detik)