![]() |
Mantan anggota DPRD NTB cabuli anak kandung. |
MATARAM (Kliik.id) - Seorang mantan anggota DPRD Provinsi NTB inisial AA (65) asal Kota Mataram, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Mataram. AA diduga melakukan pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri yang berusia 17 tahun.
"Kami mengamankan pelaku dugaan pencabulan dengan korban anak kandungnya. Pelaku ini mantan anggota DPRD Provinsi NTB,'' ungkap Kapolresta Mataram, Kombes Heri Wahyudi, kepada wartawan, Kamis (21/01/2021).
AA merupakan anggota DPRD senior dan pernah menjabat selama 4 periode. Dia ditetapkan tersangka setelah polisi mengantongi bukti-bukti tindakannya.
"Kasus ini direspon dan ditangani cepat oleh kepolisian dengan mengantongi sejumlah bukti permulaan yang cukup. Melalui gelar perkara dan penyidik sudah yakin dengan bukti yang dikantongi. Sehingga AA sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan,'' bebernya.
Heri menjelaskan, kasus pencabulan terhadap anak ini terbongkar setelah korban melapor ke pihak kepolisian pada Selasa (19/1/2021) lalu.
Dalam laporannya, korban mengaku dicabuli oleh ayahnya pada Senin (18/1/2021) sekitar pukul 15.00 WITA usai mandi di dalam kamarnya.
Saat itu, hanya ada pelaku dan korban, sementara ibu korban tengah dirawat intensif sebagai pasien COVID-19 di rumah dan ditemani oleh sang kakak.
"Awalnya pelaku memanggil dan menyuruh korban mandi. Saat anaknya mandi, AA masuk ke dalam kamar. Selesai mandi, korban yang masih menggunakan handuk kaget melihat bapaknya sudah berada di kamarnya. AA selanjutnya menarik bahu dan membaringkan korban. Lalu pelaku meminta korban membuka handuknya. Di situlah sempat terjadi pencabulan terhadap korban,'' ulas Heri.
Karena trauma dengan kejadian tersebut, korban langsung melaporkan kejadian yang dialaminya ke Polresta Mataram. Laporan ini pun angsung ditindaklanjuti dengan memeriksa keterangan saksi-saksi. Berbekal keterangan saksi dan hasil visum, AA pun diperiksa dan diamankan polisi.
"Korban sudah divisum dan memang dan ditemukan ada sobekan. Korban sekarang tetap didampingi penyidik PPA Polresta Mataram,'' katanya.
Heri mengatakan, kepada petugas, pelaku tidak mengakui perbuatannya. Hanya saja, alat bukti yang dimiliki polisi membuat polisi tidak percaya begitu saja.
"Kita menganggap hal yang biasa tentang sangkalan dan bantahan pelaku. Kita punya bukti. Tidak masalah,'' tegas Heri.
Atas perbuatannya, AA dijerat pasal 76 E undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto pasal 82 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun. (Dtk)