![]() |
Foto ilustrasi tes PCR |
JAKARTA (Kliik.id) - Berbagai kalangan mendesak Pemerintah agar menurunkan harga tes polymerase chain reaction (PCR). Pasalnya, harga tes PCR di India sangat jauh lebih terjangkau dibandingkan di Tanah Air.
Jika Pemerintah telah menentukan harga tes PCR Rp 900 ribu. Di India, harga tes serupa hanya berkisar Rp 90 hingga 100 ribu-an.
Perihal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan akan kembali berkonsultasi dengan stakeholders-nya. Kemenkes mengaku bersikap terbuka atas masukan positif.
"Tentunya Kemkes sangat terbuka untuk masukan positif. Kami akan berkonsultasi dengan berbagai pihak yang terkait, dari penyedia, distributor, lab swasta, dan juga auditor," kata juru bicara vaksinasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi kepada detikcom, Sabtu (14/8/2021).
Komisi IX DPR RI Minta Turun Harga
Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PKB, Nihayatul Wafiroh mengaku setuju bila harga tes PCR diturunkan. Diapun menilai harga tes PCR di Indonesia terbilang mahal.
"Harga PCR kita masih sangat mahal PCR kita, jadi saya sepakat PCR diturunkan," kata Nihayatul kepada detikcom, Jumat (13/8/2021).
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI lainnya, Charles Honoris, pun menyoroti perbedaan harga tes PCR yang jauh dengan India. Dia menilai harga tes PCR di RI saat ini memberatkan.
"Tentunya kita berharap masyarakat Indonesia juga bisa mendapatkan fasilitas uji swab PCR dengan harga yang terjangkau seperti di India. Saat ini harga uji swab PCR dirasa memberatkan bagi banyak orang. Perbandingan harganya juga jauh sekali antara India dan Indonesia," ujar Charles kepada detikcom.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR lainnya, Saleh Partaonan Daulay, mendorong agar pemerintah melakukan perbandingan dengan harga tes PCR negara lain. Satu di antaranya dengan India, yang disebut-sebut harga sekali tes PCR-nya kurang dari Rp 100 ribu.
"Selama ini, jumlah orang yang melakukan tes sangat terbatas. Salah satu penyebabnya adalah harga yang terlalu tinggi. Tidak semua orang bisa menjangkau. Akibatnya, hanya orang yang betul-betul membutuhkan kelengkapan administratif yang melakukan tes. Katakanlah, misalnya, orang yang bepergian lewat bandara, perlu menunjukkan hasil PCR," kata Saleh.
YLKI Desak Biaya Pokok-Keuntungan dari Tes PCR Dibuka
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah transparan soal penetapan biaya pokok tes PCR. Tak hanya soal biaya pokok, YLKI juga meminta keterbukaan soal keuntungannya yang didapat Pemerintah dari tes PCR.
"Harus transparan berapa sebenarnya biaya pokok tes PCR, berikut keuntungan yang wajar, termasuk untuk biaya tenaga medis dan lain-lain," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada detikcom, Sabtu (14/8/2021).
Selain itu, YLKI mendesak pemerintah melakukan audit harga. Tujuannya, sambung Tulus, agar didapatkan harga yang transparan, akuntabel, dan fair.
"Sehingga harga tes PCR bisa lebih terjangkau oleh konsumen," jelasnya.
Tulus menilai audit keandalan dan kualitas PCR juga diperlukan. Dengan begitu, kata dia, harga PCR dapat tecermin dari kualitas yang ada.
Saran Epidemiolog
Pakar epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan butuh banyak faktor untuk menurunkan harga PCR. Dia menyarankan agar RI memaksimalkan penggunaan swab antigen untuk pelacakan kasus COVID-19.
"Jadi sekarang jangan mempermasalahkan PCR mahal, tapi rapid test juga udah bisa kok. Banyak yang murah, murah banget, banyak yang akurat, yang terbaru, jangan yang lama-lama. Itu yang digunakan sekarang, dan itu juga sesuai rekomendasi WHO. Kalau PCR-nya nggak bisa turun-turun, ya udah untuk konfirmasi doang carilah rapid test antigen yang murah dan akurat, dan banyak sekarang," kata Dicky kepada wartawan, Kamis (12/8/2021).
Dicky menyebut ada beberapa faktor yang mengakibatkan harga PCR itu lebih mahal. Seperti biaya pajak hingga biaya administrasi ketika dilakukan tes PCR di laboratorium hingga rumah sakit.
"Yang menentukan harga mahal itu sebetulnya pajak, biaya masuk, harga reagen dan lain sebagainya lah, ini yang tahu adalah pemerintah. Tapi yang global ya India paling murah, bahkan di harga terakhir itu di kisaran 5,5 dolar atau sekitar Rp 70 atau 80 ribuan. Dan ini kan terkait dengan kebijakan yang diambil pemerintah India itu mungkin peringanan pajak, peringanan biaya masuk dan sebagainya. Ini tentu bisa dilakukan untuk, karena sekali lagi tips pengendalian pandemi ini adalah testing, tracing, isolasi," tutur Dicky.
"Hal lain juga biaya administrasilah, itu rendah banget, dibuat rendah banget, beda dengan negara maju relatif mahal karena biaya, apalagi di swasta itu biaya jadi lebih tinggi," sambungnya.
Dicky mengatakan murahnya harga PCR akan mendukung pelacakan kasus. Dia juga menyebut harga swab antigen di India murah.
"Kalau bicara testing ya dibuat testing-nya itu sendiri tersedia di banyak tempat dan murah, tapi kalau rapid tesnya antigen India juga murah banget karena riset sendiri, riset dalam negeri sekitar Rp 20-30 ribuan. India juga PCR-nya salah satunya adalah dengan adanya selain banyak kemudahan, kemungkinan besar juga komponen PCR-nya," ucap Dicky.
Jika RI ingin menurunkan harga PCR, Dicky menyebut hal itu mungkin saja dilakukan. Pemerintah hingga pihak laboratorium perlu kerja sama agar tes PCR bisa turun.
"Ini yang harus dilihat oleh pemerintah atau lab atau siapa pun ini harus yang memahami secara detail, namun artinya gini aja prinsipnya kalau di negara lain bisa kenapa kita tidak. Harusnya bisa, tapi berapanya saya nggak paham, karena harus dilihat komponen biayanya, komponen jasanya berapa, komponen kit-nya berapa, komponen marketing, ada komponen apa aja di situ, itu yang harus diurai. Tapi ya secara logikanya ya bisa, harusnya bisa," tutur Dicky.
Kesaksian soal Murahnya Harga Tes PCR di India
Kesaksian itu disampaikan Moh Agoes Aufiya, mahasiswa asal Indonesia yang saat ini mengenyam pendidikan S3 di Jawaharlal Nehru University, New Delhi. Agoes mengungkapkan harga tes PCR di India hanya berkisar Rp 100 ribu. Angka tersebut jika menggunakan kurs Rp 200 per rupee.
Agoes pun sudah memiliki pengalaman tes PCR di India. Namun kala itu tes yang diikutinya gratis dari pemerintah India. Menariknya, kata Agoes, meski gratis, hasil tes yang dia lakukan keluar dalam jangka waktu tak lebih dari 24 jam.
"Saya dari awal COVID-19 sampai sekarang baru sekali tes RT-PCR dan itu saya lakukan gratis melalui pemerintah India. Pada saat itu saya berjalan di Metro Station, di stasiun MRT. Nah, di situ diadakan tes gratis. Dan itu gratis dengan hasilnya kurang dari 24 jam, dan itu RT-PCR," ungkap dia.
Agoes kemudian menceritakan pengalaman salah satu temannya yang tinggal di Hyderabad, India. Pada akhir bulan lalu, temannya membayar 500 rupee untuk tes PCR.
Jika dikurskan ke rupiah menggunakan kurs hari ini, yang berada di angka sekitar Rp 193,55, maka 500 rupee setara dengan Rp 96.772,95.
"Tapi teman saya terakhir yang berasal dari Hyderabad sekitar akhir bulan lalu, dia melakukan tes 500 rupee atau Rp 100 ribu," ujarnya.
Mahasiswa jurusan hubungan internasional itu mengungkapkan pemerintah India memang terus menurunkan harga tes PCR di India sejak COVID-19 melanda.
Di Mumbai, misalnya, jika datang ke laboratorium atau rumah sakit, harga tes PCR sebelumnya di angka 700 rupee. Kini, harga tersebut turun menjadi 500 rupee.
Bahkan, kata Agoes, ada laboratorium yang menawarkan tes PCR dengan harga 299 rupee.
Sementara itu, lanjut Agoes, jika menggunakan layanan home service, warga cukup membayar 800 rupee atau sekitar Rp 160 ribu untuk tes PCR.
Namun, kata dia, harga itu cukup bervariasi di sejumlah daerah. Di Mumbai, misalnya, harga berkisar 750 rupee. Sedangkan di Delhi, harga tes PCR di rumah berkisar 700 rupee.
Cerita eks Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga memperkuat kesaksian Agoes soal murahnya harga tes PCR di India. Tjandra bahkan menyebut saat biaya PCR di RI masih berkisar Rp 1 juta ke atas pada September 2020, di India biaya home service PCR hanya berkisar Rp 480 ribu.
"Tentang perbandingan harga tes PCR dengan India, sebenarnya bukan hal yang baru. Pada September 2020, ketika saya akan pulang ke Jakarta dari New Delhi, maka saya melakukan tes PCR sebelum terbang. Petugasnya datang ke rumah saya dan biayanya 2400 rupee atau Rp 480 ribu. Waktu itu tarif tes PCR di negara kita masih sekitar lebih dari Rp 1 juta," tutur Prof Tjandra mengawali ceritanya kepada wartawan hari ini.
Tjandra melanjutkan, pada November 2020, Pemerintah Kota New Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1.200 rupee atau Rp 240 ribu, turun separuhnya dari yang dia bayar pada September 2020.
Pada November 2020 ini, masih kata dia, tarif PCR adalah 800 rupee saja (Rp 160 ribu) untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.
Pemerintah Kota New Delhi juga meminta laboratorium swasta di kota itu menyelesaikan pemeriksaan dan memberi tahu hasilnya ke klien dalam satu kali 24 jam, termasuk juga melaporkannnya ke portal pemerintah yang dikelola oleh Indian Council of Medical Research (ICMR).
Kecepatan menyelesaikan pemeriksaan ini jadi penting untuk kompilasi data nasional dan mencegah keterlambatan pelaporan.
Kembali soal murahnya tes PCR di India, Tjandra mengatakan perlu sejumlah analisis sebagai perbandingan dengan Indonesia. Dia mendapat informasi soal adanya subsidi pemerintah lokal hingga soal murahnya bahan baku industri. (Detik)