Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Sumut Syahrul Effendi Siregar. |
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD Sumut Syahrul Effendi Siregar secara tegas meminta kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi agar mengambil tindakan secepatnya agar permasalahan yang terus terjadi di PT PSU segera teratasi.
"Banyak persolan yang terjadi di PT PSU sehingga perusahaan tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh dan mendasar," ujar Syahrul dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/1/2022).
Permasalahan pertama, kata Syahrul, terkait informasi akurat yang disampaikan oleh internal PT PSU tentang adanya tender beras untuk karyawan yang menguntungkan oknum manajemen PT PSU.
"Informasi yang kami dapat, pejabat PT PSU yang saat ini menjabat sebagai Komisaris melakukan mark-up harga beras. Dimana Direktur terpilih menghapus tender beras ternyata harga beras hanya Rp9.500 per kilogram, sementara harga sebelumnya Rp10.500 per kilogram. Artinya ada Rp1.000 per kikogram yang di-mark-up dengan mekanisme tender oleh manajemen sebelumnya," jelasnya.
Kemudian, terkait temuan penggelapan CPO PKMS Tanjung Kasau lanjutnya, dimana kasusnya berawal dari adanya surat keberatan dari PT Multimas Nabati Asahan kepada PSU tanggal 27 November 2020, karena PSU tidak dapat memuat CPO sesuai kontrak, dan disebutkan bahwa hal ini sudah berulang kali terjadi.
"Sementara berdasarkan laporan harian group maskep, dilaporkan bahwa stok CPO masih tersedia. Dan anehnya setelah dilakukan pemeriksaan stok CPO, ditemukan adanya selisih CPO 480.503 yang tidak ada fisiknya," terangnya.
Yang perlu dicermati dari kasus tersebut, kata Syahrul, ada kesan pembiaran dan penyelesaian kasus yang bertele-tele, sehingga patut diduga adanya keterlibatan manajemen yang lebih tinggi yang melindungi Maskep PMKS yang disebutkan sebagai pelaku tunggal.
"Apalagi kita melihat kebun-kebun PT PSU tidak pernah dilakukan perawatan dan pemupukan secara baik, padahal anggaran untuk pemupukan dan perawatan selalu disediakan," ungkapnya.
Syahrul mengungkapkan beberapa persoalan lain diantaranya terkait kerjasama PSU dengan Primkopad, yang dalam kontrak kerjasama tidak ada kompensasi biaya. Disebutkan tanpa kompensasi karena Primkopad membutuhan tanah timbunan untuk menutup galian C nya.
"Kerjasama ini perlu ditelusuri dan digali lebih jauh, selain tidak lazim dalam kontrak kerjasama, apakah senilai kompensasi tersebut, apakah tidak ada hal lain dibalik kerjasama tersebut," ungkapnya.
Terakhir, Syahrul menanyakan soal kehilangan minyak kotor (MIKO) yang tidak diketahui di PKS Simpang Gambir. Hal ini mengindikasikan adanya keterlibatan manajemen.
"Bila pun keterlibatan manajemen tidak dapat dibutikan, setidaknya kehilangan miko tersebut menunjukan adanya pembiaran atas prilaku curang dan culas dalam pengelolaan perusahaan milik daerah," pungkasnya. (Rls)