![]() |
Penampakan kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin. |
"Keputusan Polda Sumut yang tidak menahan itu tentu sangat tidak fair dan menimbulkan kecurigaan," ujar Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Medan, Maswan Tambak kepada wartawan, Selasa (29/3/2022).
Menurut Maswan, polisi memang memiliki kewenangan menahan tersangka atau tidak dengan melihat ketentuan hukum.
"Seseorang bisa tidak ditahan apabila memang pasal yang disangkakan memungkinkan. Lalu, ada alasan subjektif dari kepolisian bahwa tersangka tidak akan melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana, dan tidak menghilangkan bukti," katanya.
Maswan menjelaskan, tersangka kasus kerangkeng manusia sangat layak untuk ditahan melihat dari pasal yang disangkakan. Namun yang terjadi malah sebaliknya.
"Seharusnya ketika pasal yang disangkakan itu tentang TPPO, maka seharusnya kepolisian menjadikan alasan subjektif itu sebagai dasar menguatkan untuk menahan," jelasnya.
Maswan menilai Polda Sumut tidak fair dalam penegakan hukum terhadap tersangka kerangkeng manusia milik Terbit.
"Kita tau banyak tersangka yang kasusnya jauh lebih ringan dari kasus ini tapi ditahan," ujarnya.
Dikatakan Maswan, Polda Sumut menciderai rasa adil bagi keluarga korban, dan tidak memberi kepastian hukum serta tidak menunjukkan kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Ia mencium indikasi Polda Sumut bermain dalam kasus tersebut.
"Kami pernah mendampingi kasus sembilan orang buruh yang dituduh menggelapkan produk perusahaan, dan itu ditahan oleh Polda Sumut. Dan sekarang lagi diadili di PN Pakam cabang Labuhan Deli. Artinya ada diskriminasi hukum oleh Polda Sumut," katanya.
Diketahui, dalam kasus ini, ada 8 tersangka yang sudah ditetapkan yakni, HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG dan SP.
Terhadap tujuh tersangka berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG polisi menjerat dengan pasal 7 undang-undang RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman 15 tahun ditambah 1/3 ancaman pokok.
Terhadap SP dan TS, polisi menjerat dengan pasal 2 undang-undang no 21 tahun 2007 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
TPPO ada dua tersangka dan kemudian terkait dengan perkara 351 ayat 3 korban inisial AS ada 4 tersangka. Kemudian terkait korban 351 ayat 3 berinisial SG itu ada 2 tersangka. (Rls)