Notification

×

Menanti Terwujudnya Proyek Akbar Vaksin Merah Putih

Senin, 30 Mei 2022 | 10:55 WIB Last Updated 2022-05-30T04:39:58Z
Proyek akbar vaksin Merah Putih digadang-gadang akan diproduksi massal untuk kebutuhan booster. (detikcom)
JAKARTA (Kliik.id) - 
Proyek akbar vaksin Merah Putih digadang-gadang akan diproduksi massal untuk kebutuhan booster. Namun ada sejumlah jalan terjal yang dihadapi pengembang dalam proses pembuatan vaksin COVID-19 karya anak bangsa tersebut.

Sejauh ini, tim yang paling cepat dalam proses pengembangan vaksin Merah Putih adalah yang dikembangkan oleh Universitas Airlangga, bekerja sama dengan PT Biotis Pharmaceutical.

Terlepas dari sejumlah tantangan yang dihadapi oleh para peneliti, pengembangan vaksin Merah Putih patut diapresiasi. Membuat vaksin dalam waktu kurang dari 3 tahun bukanlah prestasi kecil.

Pakar biomolekuler Ahmad Rusdan Utomo mengatakan sebelum era COVID-19, perlu waktu sekitar 10 tahun untuk mengembangkan vaksin. Hal tersebut bergantung pada pengalaman peneliti, karakteristik virus atau kuman, hingga kesiapan teknologinya.

Tetapi harapan mendapatkan kecepatan pengembangan dan distribusi vaksin COVID-19 yang sangat revolusioner harus dibarengi dengan ekosistem penelitian yang kondusif, peneliti yang kolaboratif, hingga insentif bagi industri untuk investasi di bidang research and development.

"Tanpa adanya industri maka tidak ada uji klinis karena sistem di Indonesia mensyaratkan sponsor dari industri, bukan universitas," katanya.

Hal lain yang disinggung oleh Ahmad yakni dukungan dari pihak terkait untuk menguatkan potensi vaksin Merah Putih, mulai dari dukungan SDM sampai finansial. 

Jadi 'Anak Tiri'

Vaksin Nusantara besutan eks Menkes Terawan Agus Putranto tak masuk dalam konsorsium Vaksin Merah Putih meski sama-sama diteliti di Indonesia. Penelitian vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik tersebut sampai kini belum diizinkan BPOM namun sejak kemunculannya justru banyak disokong pejabat tinggi negara.

Mereka terang-terangan menyampaikan dukungan termasuk dengan menjadi penerima suntikan VakNus yang tak berizin. Bahkan politisi di DPR mengusulkan amandemen UU Praktik Kedokteran saat dr Terawan diberhentikan oleh IDI antara lain karena meneruskan uji klinis VakNus tanpa izin.

Sementara dukungan terhadap Vaksin Merah Putih dianggap langka dan jauh lebih kecil. Namun persepsi vaksin Merah Putih 'dianaktirikan' dibantah DPR.

"Kita tidak membeda-bedakan lah, semua karya anak bangsa tentu didukung. Progres vaksin Merah Putih masih terus kita kawal," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melkianes Lana Leka.

Tak Semua Vaksin harus 'Jadi'

Berdasarkan laporan WHO per 28 Mei 2022, setidaknya ada 161 calon vaksin COVID-19 yang telah masuk uji klinis dan 198 vaksin berada di tahap pra-klinis. Hanya satu kandidat dari Indonesia yang masuk dalam daftar tersebut, yakni vaksin COVID-19 Universitas Airlangga yang berkolaborasi dengan PT Biotis Pharmaceuticals dengan platform inactivated vaccine di tahap pra-klinis.

Apakah itu berarti pengembangan vaksin Merah Putih lainnya gagal?

Ahmad Utomo, pakar biomolekuler, tak menampik tentang adanya risiko gagal pengembangan vaksin. Namun keseluruhan proses riset dan pengembangan tersebut tak bisa dimaknai percuma.

Pengembangan vaksin itu sendiri menurut Ahmad sudah termasuk kemajuan besar bagi dunia riset untuk bangsa Indonesia. Ini adalah pertama kalinya Indonesia mencoba mengembangkan vaksin untuk wabah dalam waktu singkat. Jika mengharapkan keberhasilan, maka perlu membangun sistem riset yang lebih memadai dari yang ada saat ini.

"Perlu ekosistem penelitian yang kondusif. Mulai dari pendanaan penelitian yang berorientasi pada pengembangan kualitas pelayanan kesehatan, peneliti yang kolaboratif lintas akademi dan industri," pungkasnya. (Detik)
×
Berita Terbaru Update