Suasana sidang online di PN Medan. |
Kuasa hukum kedua terdakwa, Eilen Prahmayanti Siregar SH menghadirkan saksi dari kepolisian dan saksi ahli hukum pidana atas dakwaan perkara dugaan korupsi pekerjaan Renovasi Gedung Museum Kota Tebingtinggi yang diyakini terdakwa tidak ada indikasi merugikan uang negara sebagaimana yang dipersangkakan kepada terdakwa.
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Sulhanuddin, dua saksi dari Polres Tebingtinggi, Andika Nanda dan Mahalel Ginting menyampaikan perkara Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1.967.030.345, untuk kegiatan Pekerjaan Renovasi Gedung Museum kepada kedua terdakwa sudah pernah diperiksa.
"Berdasarkan pengaduan LSM, kami telah melakukan pemeriksaan terhadap keduanya dan pemeriksaan secara koordinasi dan kasusnya sudah digelar. Dari hasil gelar perkara dan berdasarkan audit BPK RI melalui Inspektorat Kota Tebingtinggi disimpulkan tidak adanya temuan kerugian uang negara dalam proyek renovasi museum tersebut, maka penyidikan dihentikan," ungkap saksi Mahalel Ginting selaku Penyidik Pembantu Polres Tebingtinggi.
Saksi menegaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi renovasi Museum Kota Tebingtinggi sudah melalui proses yang cukup dan tidak ditemukan kerugian negara sesuai hasil temuan BPK melalui audit Inspektorat Kota Tebingtinggi.
Kemudian, Ahli Hukum Pidana, Prof DR H Edi Warman SH, MHum, di hadapan majelis Hakim menyampaikan bahwa berdasarkan UU No 32 Tahun 1945 diperkuat SEMA No 4 Tahun 2016 satu-satunya institusi yang berwenang menghitung kerugian negara hanya BPK RI.
Maka BPKP dan auditor lain dianggap tidak memiliki kewenangan dan tidak bisa menentukan.
Menanggapi keterangan saksi ahli pidana, JPU Tebingtinggi Edwin Anasta Lumban Tobing SH, tidak memberikan pertanyaaan dan tanggapan.
"Cukup yang Mulia," ujarnya.
Kuasa Hukum, Eilen Prahmayanti Siregar dalam keterangan persnya, Rabu (8/6/2022), menegaskan bahwa kewenangan BPKP diatur dalam Putusan MK Nomor: 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012, MK mengakui kewenangan BPKP dalam melakukan audit investigasi yang menguatkan kewenangan BPKP untuk melakukan audit investigasi berdasarkan Keppres 103 Tahun 2001 dan PP No 60 Tahun 2008, yang mana kewenangan audit investigatif adalah proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya guna dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
"Maka bukan kewenangan BPKP menentukan kerugian negara, hasil audit dan temuan BPK lah yang dapat menjadi acuan adanya temuan kerugian negara, dan fakta menyebutkan audit BPK tidak menemukan adanya kerugian uang negara sesuai hasil pemeriksaan Polres Kota Tebingtinggi," tegas Eilen.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tebingtinggi menguraikan dalam dakwaannya, pada Tahun 2019 Dinas pendidikan Kota Tebingtinggi memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp2 miliar, untuk kegiatan Pekerjaan Renovasi Gedung Museum sesuai dengan Nomor DPA SKPD Nomor: 1.16 01 18 08 5 2, menurut hasil temuan BPKP.
Kemudian, terdakwa Suryanto selaku Wadir I CV Bimo Mitra Sakti berdasarkan akta notaris Febry Wenny Nasution SH, ditunjuk selaku rekanan sesuai dengan Surat Perjanjian Kontrak Nomor: 425/3154/Disdik-TT/K-L/VIII/2019 pada 8 Agustus 2019, terhadap pekerjaan Renovasi Gedung Museum TA 2019, pada Disdik Kota Tebingtinggi.
"Perbuatan kedua terdakwa telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp266 juta lebih," ungkap JPU.
Atas perbuatan kedua terdakwa, JPU menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Atau Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," pungkas JPU. (Rls)