Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menjadi pembicara di acara 'Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective'. (detikcom) |
Acara dibuka dengan tajuk 'Whats dreams, what challenge, what projects for a global future' di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022).
Sejumlah peneliti dari berbagai dunia juga hadir untuk mendalami pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 yang diinisiasi Presiden ke-1 RI Sukarno.
Para peneliti itu yakni Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Bukrina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).
Sementara itu, Kepala ANRI Imam Gunarto menjelaskan terkait konferensi yang dilaksanakan hari ini dan diikuti oleh sejumlah negara. Dia mengatakan pihaknya ingin menggali semangat KAA untuk dihidupkan pada saat ini.
"Jadi genetik, leadership Indonesia, yang kemudian sekarang diwujudkan dalam kepemimpinan G20 itu tidak muncul begitu saja. Tetapi ada gain-nya, sejak dulu kita itu bagian dari pewaris pimpinan dunia. Jadi, tidak heran kalau memang bangsa kita jadi bangsa pemimpin," kata Imam Gunarto.
Kemudian, Megawati sempat menjadi pembicara dalam acara tersebut. Dia sempat mengungkap sejarah Konferensi Asia Afrika.
"Kalau kita ingat dari sejarah, di tempat inilah gerak solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika menyatu. Para pemimpin bangsa dari 29 negara bertemu. Mereka memenuhi panggilan sejarahnya. Mereka berjuang untuk mewujudkan suatu tata dunia baru yang seharusnya bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Mereka berkumpul dengan satu tekad, untuk mewujudkan perdamaian dunia yang saat itu terancam oleh Perang Dingin," ucap Megawati secara virtual.
Lebih lanjut, Megawati bicara soal peran Sukarno dalam Konferensi Asia Afrika. Dia mengaku bangga dengan peran Sukarno dalam pertemuan dunia yang digelar di Bandung itu.
"Jadi, yang paling saya kagumi adalah dengan caranya Bung Karno itu bisa mengajak yang namanya sekarang menjadi Republik Rakyat Tiongkok untuk ikut di dalam Konferensi Asia-Afrika tersebut," ujar dia.
Lalu, Megawati bercerita salah satu momen Sukarno yang mungkin tidak terekam dokumentasi. Dia menyebut saat itu sebetulnya acara Konferensi Asia Afrika hanya dikhususkan bagi negara-negara yang sudah merdeka.
Sementara, kata Megawati, jika ada negara lain yang belum merdeka, tapi ikut, maka akan menjadi peninjau.
Singkat cerita, Megawati mengatakan saat itu salah satu negara Aljazair tidak terima dengan aturan itu lantaran ingin menjadi bagian dari Konferensi Asia Afrika.
"Ketika itu datanglah delegasi Aljazair, mereka protes karena memang waktu itu Aljazair belum merdeka, karena tidak mau jauh-jauh datang kok sebagai peninjau," tuturnya.
Sukarno, lanjut Megawati, mengetahui hal itu. Lalu Sukarno bukannya melarang tapi justru mencari jalan keluar untuk Aljazair agar bisa berpartisipasi.
"Beliau minta kertas di tempat kosong itu kan biasanya ada nama, lalu untuk bendera. Jadi Bung Karno hanya nanya gini 'Kalian kalau nanti merdeka, bendera kalian seperti apa?' Jadi orang itu yang ditanya ngomong, Bung Karno kan arsitek, jadi pintar gambar. Jadi dia cepat, ngikuti. Nah, langsung ditanya 'Apakah ini benderamu?', (dijawab) 'Yes'," kata Megawati.
Seketika itu, Megawati menyebut Sukarno mengesahkan bendera Aljazair dan mengakui negara itu sebagai peserta Konferensi Asia Afrika.
"Oke, ditaruh di tempat bendera. Panitia dipanggil, 'Dia (Aljazair) sah sebagai pengikut, bukan peninjau'. Wah kan senang banget," tutur Megawati. (Detik)