Presiden China Xi Jinping memperingatkan agar kawasan Asia-Pasifik tidak menjadi arena persaingan kekuatan besar. (detikcom) |
Seperti dilansir Reuters, Jumat (18/11/2022), peringatan Xi yang disampaikan menjelang digelarnya KTT APEC di Bangkok, Thailand, itu jelas merujuk pada upaya AS dengan sekutu dan mitra regionalnya untuk menumpulkan apa yang mereka lihat sebagai pengaruh ekonomi dan militer koersif yang berkembang dari China.
"Tidak ada upaya untuk mengobarkan perang dingin baru yang akan diizinkan oleh rakyat atau pada zaman kita," sebut Xi dalam pernyataan tertulis yang dipersiapkan untuk acara bisnis terkait KTT APEC.
"Kita seharusnya mengikuti jalur keterbukaan dan inklusivitas," tegasnya, sembari memperingatkan agar kawasan Asia-Pasifik tidak boleh berubah menjadi 'arena untuk kontes kekuatan besar'.
"Unilateralisme dan proteksionisme harus ditolak oleh semua; setiap upaya untuk mempolitisasi dan mempersenjatai hubungan ekonomi dan perdagangan juga harus ditolak oleh semua," cetus Xi.
Hubungan antara Beijing dan Washington DC yang merupakan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia menjadi semakin tegang dalam beberapa tahun terakhir atas berbagai isu, seperti tarif, Taiwan, kekayaan intelektual, pencabutan otonomi Hong Kong dan sengketa Laut China Selatan, di antara isu-isu lainnya.
Dalam langkah yang mungkin memicu reaksi keras Beijing, Wakil Presiden AS Kamala Harris dijadwalkan berkunjung ke Pulau Palawan di Filipina, yang terletak dekat perairan Laut China Selatan yang menjadi sengketa.
Kunjungan pada Selasa (22/11/2022) pekan depan itu akan menjadikan Harris sebagai pejabat AS dengan level tertinggi yang mengunjungi Pulau Palawan, yang terletak dekat dengan Kepulauan Spratlys.
China diketahui telah mengeruk dasar laut untuk membangun pelabuhan dan lapangan udara di Spratly. Sebagian wilayah Kepulauan Spratly juga diklaim Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.
Dalam pertemuan dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr di Bangkok, seperti dilaporkan media pemerintah CCTV, Xi menuturkan bahwa kekuatan hubungan bilateral bergantung pada hubungan yang stabil di lautan, yang merujuk pada area sengketa di Laut China Selatan. (Detik)