Setahun lagi Bangsa Indonesia akan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sudah terdengar gembar gembor dengan wacana sistem pemilihan proporsional tertutup yang dipakai untuk pemilihan 2024.
Banyak kontra dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan politisi yang bernaung di berbagai Partai.
Apa itu sistem proporsional tertutup?
Mengutip penjelasan dari halaman hukumonline.com bahwa sistem proporsional tertutup adalah salah satu sistem perwakilan berimbang dimana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat. Sistem ini juga memliki beberapa Kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan sistem proporsional tertutup adalah:
1. Memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya.
2. Mampu meminimalisir praktik politik uang.
3. Meningkatkan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan dan mendorong institusionalisasi partai.
Kekurangan sistem proporsional tertutup adalah:
1. Pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa kandidat calon legislatif (Caleg) yang dicalonkan dari partai politik.
2. Menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pasca pemilu.
3. Potensi menguatnya oligarki di internal partai politik.
4. Munculnya potensi ruang politik uang di internal partai dalam hal jual beli nomor urut.
Menyikapi wacana sistem proporsional tertutup ini, 8 dari 9 partai politik di DPR RI kompak menyatakan sikap menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
Kedelapan partai politik itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Mereka secara bersama menandatangani pernyataan sikap penolakan sistem proporsional tertutup.
Dan, satu partai polisi lagi yang tidak menandatangani pernyataan sikap ini, yakni PDI Perjuangan.
Dan dapat kita ketahui bersama eistem proporsional tertutup ini juga bisa Didukung oleh beberapa hal. Antara lain, titik tolak pertama adalah konstitusi.
Pasal 22E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945," Pasal 22E ayat (3) berbunyi, 'Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.'
(Rls)