Notification

×

Iklan

Curhat Warga China soal Resesi Seks: Putus dengan Pacar gegara Ogah Punya Anak

Sabtu, 11 Maret 2023 | 11:33 WIB Last Updated 2023-03-11T06:18:11Z
China kini dihantui isu resesi seks sehingga jumlah populasinya merosot. (detikcom)
JAKARTA (Kliik.id) - 
China kini dihantui isu resesi seks sehingga jumlah populasinya merosot. Pasalnya, banyak warga enggan menikah dan mempunyai anak. Seorang penduduk Chongqing, China, bernama Chen Qiuxia (28) mengisahkan alasan dirinya memutuskan untuk tidak memiliki anak.

"Saya putus dengan pacar saya tahun lalu karena kami tidak setuju dengan masalah persalinan. Dia bersikeras untuk melanjutkan garis keluarganya, tetapi saya tidak dapat membayangkan diri saya membesarkan seorang anak di dunia yang tidak pasti ini," ungkap Chen, dikutip dari The Straits Times, Sabtu (11/3/2023).

Chen adalah satu dan sekian banyak warga muda China yang memilih untuk tidak mempunyai anak karena berbagai alasan seperti biaya, sistem pendidikan yang membuat stres, atau sekedar tidak ingin memiliki anak.

Tingkat kesuburan di China hanya 1,3 anak per wanita pada 2020, setara dengan masyarakat lanjut usia seperti Jepang dan Italia, dan kurang dari sekitar 2,1 yang dibutuhkan untuk menggantikan generasi sebelumnya.

Penurunan populasi yang cepat telah membuat khawatir para pembuat kebijakan Beijing. Terutama, setelah ekonomi terbesar kedua di dunia itu mengalami penyusutan populasi untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, terjadi pada 2022.

Seorang delegasi provinsi Hubei, pengacara Xie Wenmin, dalam sebuah wawancara dengan Beijing News mengatakan bahwa dia telah mengusulkan penghapusan persyaratan pernikahan saat mendaftarkan kelahiran anak. Tujuannya, yakni mendongkrak niat warga untuk memiliki anak.

"Hak reproduksi tidak boleh dibundel dengan pencatatan perkawinan. Sekalipun perempuan tidak menikah, mereka tetap berhak memiliki anak," bebernya seraya menjelaskan bahwa ada perempuan yang menginginkan anak tanpa menikah.

Mengingat mulai 2021, China mengizinkan pasangan menikah untuk memiliki hingga tiga anak untuk membalikkan penurunan demografis. Sebab sebelumnya, negara tersebut memberlakukan Kebijakan Satu Anak selama beberapa dekade dimulai pada 1979.

Kebijakan Satu Anak tersebut muncul imbas ketakutan akan ledakan populasi, jutaan wanita menjalani sterilisasi paksa. Saat itu, keluarga didenda karena memiliki lebih dari satu anak, dan beberapa terlibat dalam aborsi selektif gender karena warga lebih menantikan anak laki-laki. (Detik)
×
Berita Terbaru Update