Wali Kota Pematangsiantar, Susanti Dewayani. |
Susanti Dewayani dianggap bersalah dalam melakukan rotasi, mutasi dan demosi ASN pada bulan September 2022 lalu.
27 dari 30 Anggota DPRD Pematangsiantar sepakat mengusulkan pemberhentian Susanti Dewayani dari jabatannya dalam rapat paripurna yang digelar di kantor DPRD pada Senin (20/3/2023) kemarin.
Wali kota wanita pertama di Siantar itu dinilai terbukti melakukan pelanggaran dalam pengangkatan dan pemberhentian ASN dari jabatannya.
Susanti dianggap melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN, UU Nomor 30 Tahun 2014, PP Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, Perpres Nomor 116 Tahun 2022.
Dalam rapat pemakzulan tersebut, Ketua DPRD Pematangsiantar, Timbul Marganda Lingga melakukan voting terhadap anggota DPRD yang setuju dan tidak setuju pemakzulan Susanti Dewayani, dimana 27 Anggota DPRD setuju pemakzulan.
Sementara satu anggota DPRD yang hadir dari Fraksi PAN Persatuan Indonesia, Nurlela Sikumbang tidak setuju pemakzulan.
Ketua DPRD Pematangsiantar, Timbul Marganda Lingga mengatakan, hasil rapat paripurna tersebut akan dikirim ke Mahkamah Agung (MA) untuk mendapatkan fatwa dari MA.
"Selanjutnya akan diproses oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Sumut," ujar Timbul saat dikonfirmasi, Rabu (22/3/2023).
Timbul menjelaskan, Susanti memberhentikan dan mengangkat pejabat di Pemko Pematangsiantar sebelum dia genap menjabat sebagai wali kota selama enam bulan.
Susanti dilantik sebagai wali kota pada 22 Agustus 2022. Namun, pada 22 September 2022, dia melantik sejumlah pejabat baru di Pemko Pematangsiantar.
"Ada 88 pejabat di lingkungan Pemko Pematang Siantar yang dilantik pada 22 September 2022," kata Timbul yang merupakan Ketua DPC PDIP Kota Pematang Siantar ini.
Timbul menjelaskan, pihaknya mendapat laporan dari para pejabat yang diberhentikan tanpa melalui prosedur yang berlaku. DPRD kemudian menempuh sejumlah prosedur untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
DPRD Pematangsiantar juga meminta penjelasan melalui hak interpelasi dan melakukan penyelidikan melalui hak angket. Panitia khusus hak angket pun bekerja untuk memeriksa dugaan pelanggaran itu.
Timbul menjelaskan, penyelidikan panitia hak angket menyimpulkan bahwa Susanti melakukan pelanggaran karena memberhentikan dan mengangkat pejabat sebelum genap masa jabatan enam bulan.
Susanti Dewayani terindikasi melanggar 9 undang-undang, termasuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Dalam masa pemeriksaan panitia hak angket, DPRD sudah dua kali mengundang Wali Kota untuk memberikan penjelasan. Namun, yang bersangkutan tidak hadir," ungkapnya.
Hasil panitia hak angket itu kemudian dibawa ke rapat paripurna DPRD Pematangsiantar pada Senin lalu. Dalam rapat itu, semua anggota DPRD yang hadir menyetujui menggunakan hak menyatakan pendapat.
Penyelidikan panitia hak angket menyimpulkan bahwa Susanti Dewayani melakukan pelanggaran karena memberhentikan dan mengangkat pejabat sebelum genap masa jabatan enam bulan.
Selanjutnya, DPRD Pematangsiantar akan mengirimkan dokumen kesimpulan panitia hak angket kepada MA.
Kesimpulan itu akan diuji secara hukum dan selanjutnya akan dikeluarkan fatwa dari MA yang berisi pendapat hukum tentang usul pemberhentian tersebut.
"Kami akan sampaikan hasil hak angket ke MA pada Senin, 27 Maret 2023. Dalam 30 hari akan diproses sebelum keluar fatwa dari MA," kata Timbul. (Red)