Rudy Hermanto. |
Keberagaman adalah kenyataan yang ada, kebhinekaan adalah kekayaan bumi nusantara. Sebagaimana Dasar Negara Pancasila.
"Sebagai kader PDI Perjuangan, kami juga melihat Indonesia sebagai sebuah negara yang terdiri atas agama, suku, kebudayaan, kepercayaan dan tidak pernah membeda-bedakan asal usul dan latar belakang mereka," ujar Rudy kepada wartawan di Medan, Jumat (14/4/2023).
Anggota DPRD dari Dapil Sumut IA ini merespon Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman yang menyebutkan Kota Medan dalam 20 tahun ke depan akan dikuasai oleh nonnpribumi.
Lebih spesifik, Aulia meminta untuk mewaspadai non pribumi yang akan menguasai Kota Medan.
Aulia Rachman menyampaikan hal itu di acara Dialog Ramadan 1444 Hijriyah yang digelar Asahan Kampungku Community di Jalan Sultan Makmoen Al Rasyid, Kota Medan, Minggu (9/4/2023) lalu.
Menyikapi hal itu, Rudy Hermanto berpendapat pernyataan Aulia Rachman terkesan berbau rasis, namun PDIP memandang hal tersebut sudah selesai dan tidak perlu dipermasalahkan lagi.
"Yang jelas, bagi kita istilah pribumi dan non pribumi tidak ada lagi, itu istilah peninggalan jaman Belanda. Yang penting bagaimana kita bisa bekerja dan mengabdikan diri memberi yang terbaik untuk kemajuan bangsa menghadapi globalisasi dengan memperkuat ideologi Pancasila kepada generasi muda," kata Rudy.
Sebagaimana Pidato Soekarno pada 1 juni 1945 tentang lahirnya Pancasila, mengatakan bahwa Indonesia terdiri atas bermacam suku, agama, bahasa dan kebudayaan, dan bukan milik satu kelompok tertentu.
"Tetapi satu untuk semua, semua untuk satu. Undang-undang memberi ruang kepada semua anak bangsa memilih dan dipilih," jelasnya.
Rudy mencontohkan, banyak kader PDIP di sejumlah provinsi di Indonesia yang berasal dari warga Tionghoa yang berhasil menjadi kepala daerah.
Seperti Andrei Angouw yang terpilih menjadi Wali Kota Manado, kemudian Tjhai Chui Mie yang terpilih menjadi Wali Kota Singkawang dan sebelumnya anggota DPRD Singkawang.
"DPRD Kota Medan juga dipimpin Ketua Hasyim yang berasal dari suku Tionghoa. Sebelumnya Sofyan Tan dan Nelly Armayanti berhasil menang di putaran pertama pemilihan Wali Kota Medan tahun 2010. Sofyan Tan sendiri sekarang adalah anggota DPR RI. Mereka seluruhnya kader PDIP sepanjang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang," katanya.
Rudy Hermanto berpendapat, siapapun berhak maju bila telah sesuai dengan mekanisme. PDIP memberi ruang kepada semua kader termasuk dari suku Tionghoa untuk mengabdi menjadi kepala daerah maupun legislatif yang memiliki kemampuan dan kehandalan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu memajukan dan mensejahterakan daerahnya.
Rudy berharap tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non pribumi, karena dikhawatirkan dapat memperkeruh situasi yang sudah baik ini.
"Sudah cukup pengalaman kita ketika Pilkada DKI 2017 lalu. Di hari dan bulan baik di bulan Ramadhan ini, marilah kita berbaik sangka. Marilah kita rawat kebhinekaan dan toleransi beragama dengan baik memperkuat persatuan berdasarkan Pancasila,,UUD 1945, Kebhinnekaan dan NKRI empat Pilar kebangsaan. Janganlah warga kota Medan dilaga-laga dengan istilah jaman Belanda itu, apalagi yang menyampaikan seorang Wakil Wali Kota Medan," tutup Rudy yang baru saja menerbitkan Buku 'Merawat Pancasila, Menjaga Indonesia' ini.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPD PDIP Sumut Aswan Jaya menilai penjelasan Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman membingungkan, karena Aulia sepakat dengan Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang pelarangan pemakaian kata pribumi dan non pribumi, namun di sisi lain dia juga memakai kata itu.
"Aulia wajib sebenarnya mematuhi itu, karena dia sebagai kepala daerah bagian dari pemerintah di tingkat kota, jadi tidak lagi dipakai kata narasi non pribumi itu. Apapun alasannya tak bisa lagi dia pakai," ujar Aswan. (Red)