Tim Perumus Amicus Curiae saat menyerahkan surat untuk majelis hakim MK (Foto: Humas MK)
Jakarta (KliikNews) - Sebanyak 303 guru besar dan akademisi dari berbagai
perguruan tinggi di Indonesia menyampaikan harapan kepada Mahkamah Konstitusi
(MK) agar tidak terjebak pada urusan mengadili jumlah perolehan suara
capres-cawapres dalam memutus sengketa Pilpres 2024. Harapan tersebut tertuang
dalam surat amicus curiae atau sahabat pengadilan yang dirumuskan oleh lima tim
perumus, yakni: Sulistyowati Irianto, Rimawan Pradiptyo, Marcus Priyo Gunarto,
Dian Agung Wicaksono, dan Benedictus Hestu Cipto Handoyo.
Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Sulistyowati Irianto, di Gedung MK,
Kamis (28/3/2024), menyampaikan bahwa mereka berharap hakim Mahkamah Konstitusi
tidak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja, namun
juga memberikan keadilan substantif. Ia juga menepis isu bahwa mereka berpihak.
Selain mereka berstatus ASN, surat amicus curiae ini juga berpijak pada
argumentasi akademis dan ilmu pengetahuan. Mereka berharap kajian itu
dipertimbangkan para hakim di MK dalam membuat putusan nanti.
Secara garis besar, amicus curiae ini berisi kajian tentang
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang membuka jalan bagi anak
Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri di Pilpres 2024. Selain
itu, para akademisi juga membahas pelanggaran etik hakim MK pada putusan tersebut.
Mereka juga mencantumkan analisis tentang KPU melakukan kesalahan dalam
memaknai putusan tersebut, yaitu terdapat kesalahan KPU yang menyebabkan
penetapan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perbuatan yang
batal demi hukum (null and void).
Dalam amicus curiae tersebut berisi kesimpulan bahwa dengan tidak dipenuhinya persyaratan sebagai calon wakil presiden, seharusnya menjadikan Mahkamah Konstitusi dengan segala kebijaksanaannya tidak ragu untuk menyatakan diskualifikasi calon wakil presiden pasangan calon nomor urut 2.
Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi karena KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan semua komisioner KPU RI melanggar etika dan mengakibatkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu. (cnnindonesia/kompascom)